Tampilkan postingan dengan label pkn. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pkn. Tampilkan semua postingan
Urutan Peraturan UU di Indonesia

Urutan Peraturan UU di Indonesia

Undang-Undang Dasar merupakan bagian dari hukum dasar yang bersifat tertulis, di samping ada hukum yang sifatnya tidak tertulis.

Peraturan perundang-undangan merupakan salah satu bagian dari hukum yang tertulis. Peraturan perundang-undangan bagi warga negara merupakan pedoman dan sumber tertib hukum yang melindungi hak-hak warga negara dan mengatur warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Adapun ciri-ciri peraturan perundang-undangan adalah:
1. Keputusan itu dikeluarkan oleh yang berwenang.
2. Isinya mengikat secara umum, tidak hanya orang tertentu saja.
3. Sifatnya abstrak.

Peraturan perundang-undangan Republik Indonesia, setelah bergulirnya reformasi, diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pernbentukan Peraturan Perundangundangan.

Tujuan dikeluarkannya Undang-undang tersebut adalah untuk membentuk suatu ketentuan yang baku mengenai tata cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, serta untuk memenuhi perintah pasal 22A UUD 1945 dan Pasal 6 Ketetapan MPR Nomor III/ MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan (hirarki) Peraturan Perundang-undangan.

Dalam Pasal 7 Undang-undang No. 10 tahun 2004 dinyatakan tentang jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peraturan Presiden;
5. Peraturan Daerah.
HASIL-HASIL AMANDEMEN UUD 1945

HASIL-HASIL AMANDEMEN UUD 1945

HASIL-HASIL AMANDEMEN UUD 1945

Undang-Undang Dasar 1945 bukanlah konstitusi yang rigid atau kaku, tetapi sebaliknya sebagai konstitusi yang luwes atau fleksibel. Artinya UUD 1945 mempunyai prosedur yang mudah untuk merubahnya. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 37 UUD 1945, yang mengatur mekanisme yang harus dilewati untuk mengubah UUD 1945. Ada dua pola untuk mengubah UUD 1945, yaitu pola pertama mengubah dalam arti mengganti UUD 1945 dengan UUD yang baru sama sekali, dan pola yang kedua yaitu mengubah dalam arti mengamandemen UUD 1945. Melalui pola yang kedua ini akan terjadi beberapa perubahan dan penyempurnaan UUD 1945, akan tetapi tidak sampai menghilangkan kerangka dasarnya Berta nilai-nilai kesejarahannya.

Apabila kita cermati dalam UUD 1945 pasal 3 disebutkan “Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar”, dan Pasal 37 dalam UUD 1945 menyatakan “usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan (MPR) apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat”.

Pasal 3 UUD 1945 memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada MPR untuk mengubah (mengamandemen) UUD. Amandemen UUD dilakukan untuk memberikan pemahaman yang lebih mudah dan komprehensif kepada penyelenggara negara dan masyarakat, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. Di samping itu, amandemen UUD 1945 akan memungkinkan untuk memasukkan materi-materi yang belum dijumpai dalam UUD. Materi-materi tersebut sudah menjadi tuntutan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sedangkan pasal 37 UUD 1945 memberikan arah dan prosedur untuk mengubah UUD 1945, Pelaksanaan perubahan UUD yang dilakukan MPR dari tahun 1999 hingga 2001 melalui empat kali sidang majelis. Perubahan pertama UUD 1945 merupakan hasil Sidang Umum MPR tahun 1999. Perubahan kedua UUD 1945 merupakan basil Sidang Tahunan MPR tahun 2000, perubahan ketiga UUD 1945 merupakan basil Sidang Tahunan 2001, dan perubahan keempat UUD 1945 merupakan basil Sidang Tahunan MPR tahun 2002.

Perubahan yang dilakukan oleh MPR dapat dibagi menjadi empat jenis perubahan, yaitu:

1. mengubah rumusan yang sudah ada, contoh pasal 2 ayat 1 sebelum diubah berbunyi “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota DPR ditambah Utusan Daerah dan golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan undang-undang.” Setelah diamandemen menjadi “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilu yang diatur lebih lanjut dengan undang-undang”.

2. membuat rumusan yang baru sama sekali, contoh pasal 6a ayat 1 berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”.

3. menghapus atau menghilangkan yang ada, misalnya ketentuan dalam Bab IV UUD 1945 tentang Dewan Pertimbangan Agung dihilangkan.

Dua pola perubahan UUD 1945:
1) mengganti sama sekali
2) mengubah/mengamandemen.

Amandemen UUD 1945 mengikuti pola kedua Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 yang mengatur bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. (Sumber: Ensiklopedi Umum untuk Pelajar 10,memindahkan rumusan pasal ke dalam rumusan ayat atau sebaliknya, contohnya pasal 34 yang sebelum diamandemen jumlah pasalnya hanya satu, setelah diamandemen menjadi empat pasa.

Dalam sidang umum MPR 1999 telah disepakati untuk mengamandemen UUD 1945 sebatas batang tubuhnya saja. Sementara Pembukaan UUD 1945 tetap dipertahankan untuk tidak diubah, sebab di dalam pembukaan tersebut terdapat prinsip-prinsip falsafah negara yang paling mendasar dan memuat kaidah pokok negara yang fundamental.

Adapun hasil-hasil amandemen UUD 1945 secara umum dari perubahaan pertama sampai perubahan yang keempat adalah sebagai berikut:

1. Kedaulatan rakyat yang semula dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, dikembalikan lagi kepada rakyat. (Pasal 1 ayat 2)

2. Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilu. Hal ini menunjukkan bahwa rakyat mempunyai wewenang untuk menentukan pilihannya sesuai hati nuraninya secara langsung, sehingga tidak ada penjatahan anggota MPR.(Pasal 2)

3. Tugas dan wewenang MPR semakin diperkecil, karena tugas-tugas MPR seperti memilih Presiden dan Wakil Presiden diserahkan secara penuh kepada pilihan rakyat , serta GBHN tidak ditentukan oleh MPR tetapi diserahkan kepada Presiden sesuai dengan misi dan visi pemerintahannya. (Pasal 3)

4. Presiden dan Wakil Presiden dipilih rakyat secara langsung, dengan masa jabatan paling lama dua periode masa jabatan.

5. Pemberlakuan otonomi daerah berdasarkan alas desentralisasi.

6. Peranan DPR semakin ditingkatkan dengan memberdayakan fungsi DPR baik fungsi legislasi, fungsi anggaran maupun fungsi pengawasan sehingga terjadi check and balance.

7. Anggota DPR diplih langsung oleh rakyat.

8. DPD (Dewan Perwakilan Daerah), berfungsi sebagai mediator antara pemerintahan daerah dengan pemerintahan pusat.

9. Adanya lembaga baru yang memegang kekuasaan yudikatif, yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.

10. Adanya perhatian secara khusus mengenai HAM, terbukti dengan dimasukkannya HAM secara rinci dalam UUD 1945.

11. Adanya perhatian yang serius dalam bidang pendidikan, dengan memberikan anggaran pendidikan sebesar 20%.

Dengan menyimak hal-hal tersebut di atas, perubahan terhadap UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR mempunyai tujuan yang mulia dalam rangka untuk meningkatkan kualitas sistem politik, meningkatkan kehidupan demokrasi, memberikan kedaulatan yang semakin besar kepada rakyat dengan memperhatikan aspirasi dan kepentingan masyarakat sesuai dengan hak-haknya. Dengan demikian kita tidak perlu khawatir, karena perubahan terhadap UUD merupakan sesuatu hal yang biasa terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

UUD bukanlah suatu ketentuan yang selamanya sesuai dengan perkembangan jaman, tetapi kadang-kadang membutuhkan penyesuaian-penyesuaian seiring dengan perkembangan global.

Empat jenis perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945 Adanya amandemen mengakibatkan pergeseran dan perubahan mendasar, sehingga mengubah corak dan format kelembagaan negara. (Sumber: Ensiklopedi Umum untuk Pelajar, 10, 2005).
Peraturan Presiden (Perpres) dan Perda

Peraturan Presiden (Perpres) dan Perda

Peraturan Presiden (Perpres)

Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden. Peraturan Presiden dibuat oleh Presiden dalam rangka untuk melaksanakan UUD 1945, Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah. Hal ini sangat berbeda dengan Peraturan Pemerintah yang dibuat hanya untuk melaksanakan Undang-Undang.

Peraturan Presiden bersifat mengatur bertujuan untuk mengatur pelaksanaan administrasi negara dan administrasi pemerintahan.

Peraturan Daerah (Perda)

Peraturan Daerah adalah Peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Peraturan daerah dibuat untuk melaksanakan peraturan yang lebih tinggi, disamping juga untuk melaksanakan kebutuhan daerah. Oleh sebab itu, Daerah (Perda) daerah yang satu dengan yang lain bisa saja berbeda sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah. Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004 Pasal 7 ayat 2 dinyatakan bahwa Peraturan Daerah meliputi:

a. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh DPRD provinsi bersama dengan Gubernur.

b. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh DPRD kabupaten/ kota bersama bupati/walikota.

c. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
Peraturan Pemerintahan (PP)

Peraturan Pemerintahan (PP)

Peraturan Pemerintahan (PP)

Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Dengan demikian Peraturan Pemerintah tidak dapat dipisahkan dari Undang-Undang karena Peraturan Pemerintah ada sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang.

Ada beberapa kriteria agar peraturan pemerintah dapat dikeluarkan, yaitu:

a. Peraturan Pemerintah tidak dapat dibentuk tanpa adanya UU induknya.

b. Peraturan Pemerintah tidak dapat mencantumkan sanksi pidana jika Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh presiden dalam keadaan yang memaksa. Pengajuan rancangan undangundang dapat berasal dari Pemerintah dan DPR, hal ini sesuai dengan UUD 1945 Pasal 5 ayat 1 yang menyatakan “Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada DPR” UU induknya tidak mencantumkan sanksi pidana.

c. Peraturan Pemerintah tidak dapat memperluas dan mengurangi ketentuan UU induknya.

d. Peraturan Pemerintah dapat dibentuk meskipun UU yang bersangkutan tidak menyebutkan secara tegas, asalkan Peraturan Pemerintah tersebut untuk melaksanakan UU.

e. Tidak ada Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan UUD 1945.
Undang-Undang/Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang (Perpu)

Undang-Undang/Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang (Perpu)

Undang-Undang/Peraturan Pemerintahan  Pengganti Undang-Undang (Perpu)

Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004 proses pembentukan Undang-Undang dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:

a. Persiapan Pembentukan Undang-Undang

Dalam pembentukan UU, Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari Presiden, DPR, maupun DPD (Dewan Perwakilan Daerah).

Namun, untuk RUU yang diajukan oleh DPD hanya diperkenankan RUU berkaitan dengan:
• otonomi daerah;
• hubungan pusat dengan daerah;
• pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah;
• pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya;
• perimbangan keuangan pusat dan daerah.

1) Persiapan Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh Pemerintah
a) Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non departemen, sesuai dengan lingkup tugasnya masing-masing.

b) Konsepsi RUU tersebut dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundangundangan.

c) RUU yang sudah disiapkan oleh Presiden diajukan dengan surat Presiden kepada Pimpinan DPR.

d) Dalam surat Presiden tersebut disebutkan menteri yang akan ditugasi mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU di DPR.

e) DPR mulai membahas RUU tersebut dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak surat Presiden diterima.

f) Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa.

Setelah Indonesia merdeka rancangan tersebut dibahas kembali dalam sidang PPKI dan akhirnya ditetapkan sebagai UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945

Pembentukan UU, Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari Presiden, DPR, maupun DPD (Dewan PerwakilanPersiapan Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh DPR (hak inisiatif) dan DPD

a) Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR diusulkan oleh DPR (RUU tersebut dapat juga dari DPD yang diajukan kepada DPR).

b) RUU yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden.

c) Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas RUU bersama DPR dalam jangka waktu 60 hari sejak surat pimpinan DPR diterima.

d) Menteri yang ditugasi oleh Presiden dalam pembahasan di DPR mengkoordinasikan persiapan pembahasan dengan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundangundangan.

e) Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal DPR.

b. Pembahasan dan Pengesahan Rancangan Undang-Undang

1) Pembahasan RUU di DPR dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau menteri yang ditugasi, dan atau dengan DPD apabila RUU yang dibahas mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, dan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

2) Keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU hanya sampai pada tahap rapat komisi/panitialalat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi.

3) Keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU diwakili oleh komisi yang membidangi materi muatan RUU yang dibahas.

4) Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan, yaitu:

a) Pembicaraan Tingkat I dilakukan dalam rapat paripurna. Pada tingkat pertama ini apabila RUU diajukan oleh Presiden. Maka yang memberi penjelasan adalah Pemerintah (Presiden) atau menteri yang ditugasi. Tetapi apabila RUU datang dari DPR penjelasan dilakukan oleh pimpinan komisi atau rapat gabungan komisi atau rapat panitia khusus.


b) Pembicaraan Tingkat II dilakukan dalam rapat paripurna. Pada pembicaraan tingkat II, apabila RUU dari pemerintah, maka dilakukan pemandangan umum dari anggota DPR yang membawa suara fraksinya masing-masing terhadap RUU.

Pemerintah kemudian menyampaikan tanggapan terhadap pemandangan umum tersebut. Apabila RUU dari DPR, maka diadakan tanggapan pemerintah terhadap RUU tersebut. Setelah itu DPR memberikan tanggapan dan penjelasan yang disampaikan oleh pimpinan komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus atas nama DPR.Pembicaraan Tingkat III dilakukan dalam rapat komisi/rapat gabungan komisi/rapat panitia khusus.

Dalam pembicaraan tingkat ini dilakukan rapat komisi/rapat gabungan komisi/rapat panitia khusus bersama pemerintah membahas RUU tersebut secara keseluruhan mulai dari pembukaan, pasal-pasal, sampai bagian akhir rancangan undangundang tersebut.

d) Pembicaraan Tingkat IV dilakukan dalam rapat paripurna. Pada tingkat yang terakhir ini dilakukan laporan hasil pembicaraan di tingkat komisi/gabungan komisi/rapat panitia khusus.

Penyampaian pendapat terakhir dari fraksi-fraksi yang disampaikan oleh anggota-angotanya dan dilakukan pengambilan keputusan. Pada tingkat ini pemerintah juga diberi kesempatan untuk memberikan sambutan terhadap pengambilan keputusan tersebut.

5) RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi UU.

6) Penyampaian RUU tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

7) RUU tersebut disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden.

8) Dalam hal RUU tidak dapat ditanda tangani oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan.

c. Pengundangan dan Penyebarluasan UU

1) Setelah RUU disahkan oleh Presiden menjadi UU maka UU tersebut harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

2) Pengundangan dalam Lembaran Negara RI dilaksanakan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.

3) Undang-Undang tersebut mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan.

4) Pemerintah wajib menyebarluaskan Undang-Undang tersebut dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Sedangkan proses pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) adalah sebagai berikut.

a. Persiapan Pembentukan Perpu
1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang di keluarkan Presiden harus diajukan ke DPR dalam persidangan berikutnya.

2) Pengajuan Perpu dilakukan dalam bentuk pengajuan RUU tentang penetapan Perpu menjadi Undang-Undang.

3) Dalam hal Perpu ditolak DPR, maka Perpu tersebut harus dicabut.

4) Dalam hal Perpu ditolak oleh DPR, maka Presiden mengajukan RUU tentang pencabutan Perpu tersebut.

RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi UU.

Setelah RUU disahkan oleh Presiden menjadi UU, maka UU tersebut harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Sesuai dengan Pasal 36 ayat 1 UU No. 10 Tahun 2004 dinyatakan bahwa pembahasan RUU tentang penetapan Perpu menjadi Undang-Undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan RUU. Dengan demikian prosedur pembahasan Perpu di DPR sama dengan pembahasan RUU di DPR, sehingga paparan pembahasan RUL: di atas sudah memberikan gambaran yang jelas bagi pembahasan dan pengesahan Perpu menjadi UU.

c. Pengundangan dan Penyebarluasan Perpu
Pada tahap ini juga mempunyai prosedur yang sama seperti pada pengundangan dan penyebarluasan UU.
TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL

TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL

TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL

Undang-Undang Dasar merupakan bagian dari hukum dasar yang bersifat tertulis, di samping ada hukum yang sifatnya tidak tertulis.

Peraturan perundang-undangan merupakan salah satu bagian dari hukum yang tertulis. Peraturan perundang-undangan bagi warga negara merupakan pedoman dan sumber tertib hukum yang melindungi hak-hak warga negara dan mengatur warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Adapun ciri-ciri peraturan perundang-undangan adalah:

1. Keputusan itu dikeluarkan oleh yang berwenang.

2. Isinya mengikat secara umum, tidak hanya orang tertentu saja.

3. Sifatnya abstrak.

Peraturan perundang-undangan Republik Indonesia, setelah bergulirnya reformasi, diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pernbentukan Peraturan Perundangundangan.

Tujuan dikeluarkannya Undang-undang tersebut adalah untuk membentuk suatu ketentuan yang baku mengenai tata cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, serta untuk memenuhi perintah pasal 22A UUD 1945 dan Pasal 6 Ketetapan MPR Nomor III/ MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan (hirarki) Peraturan Perundang-undangan.

Dalam Pasal 7 Undang-undang No. 10 tahun 2004 dinyatakan tentang jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

3. Peraturan Pemerintah;

4. Peraturan Presiden;

5. Peraturan Daerah.Undang-Undang Dasar 1945

Untuk memperjelas pemahaman tentang susunan Peraturan Perundang-undangan di atas akan dibahas sebagai berikut:
UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis dan sumber tertib hukum yang tertinggi dalam negara Indonesia yang memuat tentang:

a. hak-hak asasi manusia;
b. hak dan kewajiban warga negara;
c. pelaksanaan dan penegakkan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara;
d. wilayah negara dan pembagian daerah; kewarganegaraan dan kependudukan; keuangan negara.

Sebagai peraturan negara yang tertinggi, UUD 1945 menjadi acuan dan parameter dalam pembuatan peraturan-peraturan yang ada di bawahnya. Oleh sebab itu, peraturan perundang-undangan yang ada tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Undang-Undang Dasar 1945 dapat Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.

UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis dan sumber tertib hukum yang tertinggi dalam negaramemuat ketentuan-ketentuan pokok saja sehingga dapat menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Namun demikian pada awal masa reformasi, pada sidang umum MPR tahun 1999 UUD 1945 mengalami suatu perubahan dengan adanya amandemen UUD 1945.Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

Undang-undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.

Undang-undang yang dibuat oleh DPR bersama dengan presiden karena:
a. adanya perintah ketentuan UUD 1945.
b. adanya perintah ketentuan undang-undang yang terdahulu.
c. dalam rangka mencabut, mengubah dan menambah undang-undang yang sudah ada.
d. berkaitan dengan hak asasi manusia.
e. berkaitan dengan kewajiban atau kepentingan orang banyak.

Pengajuan rancangan undang-undang dapat berasal dari Pemerintah dan DPR, hal ini sesuai dengan Pasal 5 ayat 1 UUD 1945 yang mengatakan “Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada DPR”. dan Pasal 21 ayat 1 yang berbunyi “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang”. Pengajuan usul rancangan undang-undang oleh DPR disebut hak inisiatif.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU merupakan peraturan perundang-undangan yang kedudukannya sama dengan undang-undang, hanya saja kalau undang-undang dinyatakan sah berlaku atas persetujuan DPR dan Presiden, sedangkan Perpu dibuat oleh Presiden karena keadaan yang memaksa atau dalam keadaan darurat, sehingga pemberlakuannya tanpa persetujuan DPR. Namun demikian, Presiden tidak boleh seenaknya mengeluarkan Perpu karena adanya ketentuan sebagai berikut.

a. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang dikeluarkan oleh Presiden harus diajukan ke DPR dalam persidangan berikutnya.

b. DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan.

c. Apabila DPR menolak Perpu tersebut, maka Perpu itu harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
HAKIKAT DEMOKRASI

HAKIKAT DEMOKRASI

HAKIKAT DEMOKRASI

Sebagian besar negara-negara di dunia menamakan dirinya negara demokrasi. Bahkan negara yang tidak menjalankan prinsip-prinsip aemokrasi pun enggan apabila negaranya disebut sebagai negara yang tidak demokratis. Hal ini membuktikan bahwa paham demokrasi sudah menjadi paham yang dianut oleh negara-negara di dunia. Indonesia adalah negara yang bentuk tata pemerintahannya demokrasi seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945. Kehidupan yang demokratis seakanakan menjadi sosok idola dalam masyarakat, khususnya semenjak digulirkannya gerakan reformasi oleh masyarakat bersama-sama mahasiswa.

Pengertian Demokrasi

Apakah kalian pernah mendengar istilah pesta demokrasi? Setiap mendengar istilah tersebut pikiran kita langsung tertuju pada pelaksanaan pemilihan umum. Kalau kita berbicara mengenai pemilu, kegiatan yang banyak dibicarakan dalam masyarakat adalah kampanye, pemungutan suara, penghitungan suara dan penetapan suatu kebijakan berdasarkan keinginan masyarakat.

Kegiatan kampanye biasanya dilakukan dengan arak-arakan yang melibatkan massa dalam jumlah yang besar sebagai pendukung partai tertentu. Demikian pula pada saat pemungutan suara, rakyat dating berbondong-bondong untuk memberikan suaranya di TPS wilayahnya masing-masing. Hal ini merupakan wujud dari pelaksanaan hak warga negara dalam bidang politik untuk menentukan wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga perwakilan rakyat. Wakil-wakil rakyat itulah nanti yang akan memperjuangkan aspirasi masyarakat dalam pemerintahan maupun dalam pembuatan perangkat-perangkat hukum yang berpihak pada kepentingan masyarakat.

Pemilu tidak terlepas dari kehidupan demokrasi suatu negara. Secara etimologis istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata demos yang artinya rakyat, dan kratos (kratein) yang berarti pemerintahan. Dengan demikian, secara sederhana demokrasi dapat diartikan pemerintahan yang dipegang oleh rakyat, atau dapat juga diartikan sebagai kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat.

Menurut Abraham Lincoln, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat oleh rakyat, dan untuk rakyat. Istilah demokrasi pada mulanya digunakan di Yunani Kuno. Ketika itu rakyat menjadi penentu dalam Kebijakan pemerintah. Mereka dapat memberikan pendapat dan suaranya secara langsung. Keikutsertaan rakyat pada waktu itu masih sangat dimungkinkan karena jumlah penduduk masih sedikit.

Dengan adanya perkembangan jaman dan bertambahnya jumlah penduduk, demokrasi langsung tidak dapat diterapkan lagi, terutama di negara-negara besar yang mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar. Hal inilah yang mendorong muncunya demokrasi perwakilan atau demokrasi tidak langsung. Dasar pertimbangan dilaksanakannya demokrasi tidak langsung adalah bertambahnya jumlah penduduk, masalah yang dihadapi pemerintah semakin kompleks dan warga negara mempunyai kesibukan sendiri-sendiri. Rakyat memberikan kepercayaan kepada sekelompok orang untuk mengatur dan mengelola negara tentunya sesuai dengan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.

Abraham Lincoln adalah salah seorang mantan Presiden Amerika Serikat yang sangat populer. la adalah seorang pejuang demokrasi dan emansipasi dengan mengesahkan undang-undang Pengertian demokrasi berdasarkan istilahnya dapat dilihat dari pendapat yang dikemukan oleh para ahli sebagai berikut:

a. Menurut Joseph A. Schmeter, Demokrasi adalah suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetetif atas suara rakyat.

b. Menurut Sidney Hook, demokrasi yaitu bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung maupun tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.

c. Menurut Henry B. Mayo, demokrasi adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.

d. Menurut Affan Gaffar, demokrasi mempunyai dua makna, yaitu pemaknaan secara normatif (demokrasi normatif), yaitu demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh sebuah negara, dan demokrasi empirik yaitu demokrasi dalam perwujudannya pada dunia politik praktis.

Dari beberapa pengertian demokrasi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa hakikat demokrasi mengandung tiga hal, yaitu:

a. Pemerintahan dari Rakyat (Government of the People)

Pemerintahan dari rakyat berkaitan dengan pemerintahan yang sah dan diakui oleh rakyat. Pemerintahan yang sah dan diakui adalah pemerintahan yang mendapat pengakuan dan dukungan dari rakyat.

Dengan legitimasi dari rakyat pemerintahan itu dapat menjalankan roda birokrasi dan mewujudkan program-programnya sesuai dengan aspirasi rakyat.

b. Pemerintahan oleh Rakyat (Government by People)

Pemerintahan oleh rakyat adalah pemerintahan yang mendapat kewenangan untuk menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat bukan atas dorongan dan keinginannya sendiri. Di camping itu pemerintah berada di bawah pengawasan rakyat. Oleh sebab itu pemerintah harus tunduk pada kehendak rakyat. Pengawasan itu dapat dilakukan melalui lembaga perwakilan rakyat atau DPR baik secara langsung maupun tidak langsung.


c. Pemerintah untuk Rakyat (Government for the People)

Pemerintah untuk rakyat mengandung arti bahwa kekuasaan yang diberikan rakyat kepada pemerintah harus dijalankan untuk kepentingan rakyat, Kepentingan rakyat harus didahulukan dan diutamakan di atas kepentingan yang lainnya. Oleh sebab itu, pemerintah harus mendengarkan dan mengakomodir aspirasi rakyat dalam merumuskan dan menjalankan program-programnya.
Copyright © SEPIL. My Simple Template: Simple Template Design